Bulukumba,Petirnews.com– Kasus dugaan pemaksaan dan intimidasi kembali mencuat di Kabupaten Bulukumba. Kali ini, seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial As, yang diketahui sebagai guru di salah satu SD Negeri di Desa Bialo, Kecamatan Gantarang, bersama istrinya Er, diduga melakukan tindakan pemaksaan terhadap keluarga H. Syahrul atau yang akrab disapa Sampara.
Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, pada hari kejadian, As bersama istrinya mendatangi rumah H. Syahrul. Mereka memaksa H. Syahrul dan istrinya, Hj. Masna, untuk menandatangani sebuah kwitansi bermaterai yang menyatakan bahwa anak mereka, Hj. Imma, memiliki utang sebesar Rp59 juta. Tidak hanya itu, As juga disebut mengancam akan mempermalukan keluarga Syahrul jika tidak menandatangani kwitansi tersebut.
“As mengancam akan memasang foto Hj. Imma di media sosial dan media cetak serta akan berteriak di depan rumah agar orang lain tahu bahwa Hj. Imma berutang dan lari,” ungkap salah satu kerabat.

Karena tertekan, H. Syahrul dan istrinya akhirnya menandatangani kwitansi tersebut. Namun, tak lama setelah itu, kondisi kesehatan H. Syahrul menurun drastis. Ia drop setelah mendengar bahwa anaknya diduga berutang dalam jumlah besar. Hj. Imma pun segera dipanggil pulang untuk menenangkan keluarganya.
Sesampainya di rumah, Hj. Imma menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki utang Rp59 juta kepada keluarga As. Bahkan, saat diminta bukti oleh Hj. Imma, istri As akhirnya mengakui bahwa Hj. Imma memang tidak punya utang. Pengakuan itu membuat suasana memanas, bahkan kakak dari Erni—yang ikut hadir sebagai saksi penandatanganan kwitansi—langsung menegur keras dan menuding adiknya berbohong.
Tak lama berselang, akibat tekanan batin dan trauma berat atas masalah ini, H. Syahrul akhirnya meninggal dunia. Kepergiannya diduga kuat dipicu oleh beban mental terkait kwitansi utang piutang yang tidak pernah ada tersebut.
Sementara itu, pihak keluarga Hj. Imma telah berulang kali meminta agar kwitansi tersebut dikembalikan atau dibatalkan sebagai bukti bahwa dugaan utang itu tidak benar. Namun, hingga berita ini diturunkan, As dan istrinya belum juga menyerahkan kwitansi tersebut.
Keluarga Hj. Imma bahkan sudah berkoordinasi dengan pemerintah setempat melalui kepala dusun dan kepala desa Bialo. Sayangnya, lebih dari dua bulan berlalu, belum ada penyelesaian atau tindak lanjut dari pihak desa.
Merasa dirugikan dan tidak mendapat keadilan, pihak keluarga berencana akan melaporkan kasus ini kepada aparat penegak hukum jika dalam waktu dekat tidak ada itikad baik dari As dan istrinya untuk menyelesaikan masalah serta mengembalikan kwitansi tersebut.
Kasus ini mendapat sorotan luas dari warga sekitar, yang menilai bahwa tindakan seorang ASN, apalagi berprofesi sebagai guru, seharusnya menjadi teladan dan bukan justru melakukan pemaksaan serta intimidasi yang berdampak fatal pada nyawa seseorang.
Nara Sumber : Hj.Imma
