Petirnews.Bulukumba_Solidaritas terhadap aksi damai yang dibungkam terus mengalir. Setelah KNPI Kecamatan Bulukumpa menyatakan sikap keras terhadap tindakan intimidatif oleh oknum PT Lonsum, kini giliran Asdar Sakka, Ketua Partai Buruh Bulukumba sekaligus Ketua Konfederasi Pekerja Buruh Indonesia, yang angkat bicara.
Ia secara terbuka mengecam keras perlakuan tidak manusiawi terhadap massa KMPI yang hanya datang membawa semangat diskusi dan aspirasi. Menurutnya, sikap represif tersebut mencerminkan betapa masih ada korporasi yang gagal memahami arti dialog dalam negara demokrasi.
“Kami mengutuk perbuatan seperti itu. Teman-teman hanya mau berdiskusi dan melakukan aksi damai. Terus kenapa harus diintimidasi?” kata Asdar dengan suara tegas.
Ia menegaskan bahwa intimidasi terhadap rakyat yang menyampaikan kritik bukan hanya mencederai nilai-nilai demokrasi, tapi juga bentuk arogansi kekuasaan ekonomi yang seolah kebal terhadap koreksi.
Tidak berhenti pada kutukan, Asdar menyatakan kesiapan pihaknya untuk mengawal penuh tuntutan KMPI. Ia memastikan bahwa gerakan buruh dan elemen masyarakat sipil lainnya akan bersatu bila PT Lonsum tak juga memberikan jawaban jelas atas aspirasi yang disampaikan.
“Kami siap melakukan aksi selanjutnya untuk mengawal tuntutan teman-teman. Ini soal keadilan, soal tanggung jawab sosial yang tak bisa ditawar,” ujarnya.
Konsolidasi Masyarakat Sipil Mulai Menguat
Dengan bergabungnya suara dari Partai Buruh dan Konfederasi Pekerja Buruh Indonesia, dinamika tuntutan terhadap PT Lonsum kini bukan hanya soal KMPI semata. Ini sudah menjelma menjadi isu publik yang menyentuh berbagai lapisan—pemuda, buruh, dan masyarakat sekitar perusahaan.
Aksi damai yang dibubarkan paksa menjadi simbol bahwa masih banyak ruang demokrasi di daerah yang belum tumbuh sehat. Ketika kritik dianggap serangan, dan diskusi dibalas intimidasi, maka korporasi kehilangan legitimasinya di mata rakyat.
PT Lonsum kini berada di bawah sorotan. Tidak hanya diminta buka suara soal CSR dan perlindungan pekerja, tapi juga harus segera menjelaskan: apa sebenarnya yang ditakuti dari enam orang yang datang membawa suara rakyat?