Bulukumba,Petirnews.com – Ironi pembangunan kembali menampar wajah pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Proyek irigasi di Dusun Bonto-Bonto, Desa Anrihua, Kecamatan Kindang, yang menelan anggaran fantastis mencapai Rp4,7 miliar, justru tumbang secepat diguyur hujan. Proyek yang baru seumur jagung itu kini menjadi bukti nyata betapa lemahnya pengawasan dan longgarnya kontrol dari pihak berwenang.
Video ambruknya irigasi tersebut viral di media sosial dan langsung memantik gelombang kemarahan publik. Aktivis Lembaga Pati (Pemuda Afiliasi Toleran Indonesia) menilai, peristiwa ini bukan sekadar kegagalan teknis, melainkan indikasi kuat adanya permainan kotor dan praktik korup di balik proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.
“Ini bukan lagi soal kesalahan teknis, tapi cerminan betapa bobroknya sistem pengawasan kita. Ada dugaan penggunaan material abal-abal dan pengurangan volume pekerjaan. Anggaran besar, tapi hasilnya hancur seperti mainan,” tegas Agus Salim ketua umum lembaga Pati, Minggu malam (2/11/2025).
Lebih memprihatinkan lagi, proyek yang kini jadi bahan perbincangan warga itu tidak memiliki papan informasi kegiatan. Padahal, aturan mewajibkan setiap proyek publik untuk terbuka soal sumber dana, pelaksana, dan nilai kontrak. Fakta ini pertama kali diungkap oleh Wakil Ketua BPD Desa Anrihua, Isra, yang mengunggah video viral tersebut ke media sosial.
“Dari awal kami sudah curiga. Tidak ada papan proyek, tidak jelas siapa pelaksananya. Semua serba gelap. Ini bukan hanya janggal, tapi sudah masuk kategori proyek siluman,” ungkap Isra dengan nada kecewa.
Aktivis Pati pun mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) Polres dan Kejaksaan Negeri Bulukumba, untuk turun tangan melakukan penyelidikan. Mereka menilai, proyek ini sarat aroma penyimpangan mulai dari tahap pengadaan material, pelaksanaan, hingga serah terima pekerjaan.
“Kalau aparat diam, berarti mereka turut menikmati diamnya kebobrokan ini. Kami siap turun ke jalan, karena ini bukan sekadar soal proyek roboh, tapi kehormatan rakyat yang diinjak-injak,” ancam salah satu aktivis dengan nada keras.
Sementara itu, warga Desa Anrihua merasa dikhianati oleh kualitas proyek yang dinilai asal-asalan. Mereka menuntut Inspektorat dan Dinas terkait untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek tersebut dan mengumumkan hasilnya ke publik.
“Uang rakyat bukan untuk dijadikan bancakan. Kalau hasilnya seperti ini, lebih baik proyeknya dibatalkan daripada hanya jadi ajang korupsi berjamaah,” tegas salah satu warga.
Kini, proyek irigasi Anrihua telah menjadi simbol gagalnya tata kelola pembangunan di Bulukumba. Ambruknya proyek bernilai miliaran rupiah itu bukan sekadar kerusakan fisik, melainkan keruntuhan moral dan integritas pejabat publik.
Publik menunggu, apakah penegak hukum akan berani membongkar permainan busuk di balik proyek ini, atau justru ikut larut dalam lumpur basah yang sama.





