Sekjen Lidik Pro Desak Polda Sulsel Tuntaskan Kasus Pencegahan PMI Non-Prosedural di Bandara Sultan Hasanuddin

Petirnews.Makassar, 17 Juni 2025 – Sekretaris Jenderal Lembaga Penyelidikan dan Informasi Kemasyarakatan (Lidik Pro), Muh. Darwis K., kembali mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan untuk menindaklanjuti kasus pencegahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural di Bandara Sultan Hasanuddin.

Darwis, yang baru saja kembali dari Sabah, Malaysia, mengapresiasi langkah cepat Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Sulsel dan Polda Sulsel dalam pencegahan ini, namun ia menegaskan bahwa langkah tersebut harus diikuti dengan penuntasan kasus secara menyeluruh.

Indikasi Pelanggaran TPPO dan Keterlibatan Berbagai Pihak
Menurut Darwis, pencegahan ini bukan sekedar prestasi, melainkan pintu masuk untuk mengungkap praktik non-prosedural dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Dirinya juga mengindikasikan adanya keterlibatan pengurus, penerima pekerja, serta manajer ladang yang kuat.

“Hasil investigasi kami di Sarawak dan Sabah menemukan adanya agen-agen gelap yang beroperasi di ladang-ladang Malaysia, bahkan tinggal di area perbatasan seperti Entikong dan Nunukan,” ungkap Darwis.

Dugaan Keterlibatan Oknum Aparat dan Imigrasi Entikong,
Darwis juga mengungkapkan kekhawatiran atas adanya kerja sama ilegal di Entikong.

“Dari semua yang kami dapatkan, terindikasi kuat ada kerja sama yang dilakukan di Entikong dengan oknum-oknum aparat, termasuk Imigrasi, yang ada di Entikong,” tegasnya.

Ia menjadikan lolosnya beberapa pekerja non-prosedural melalui pintu batas negara dengan modus “melancong” sebagai bukti kuat bahwa Imigrasi Entikong “main mata”.

Lebih lanjut, Darwis menduga PMI non-prosedural yang kini bekerja di ladang-ladang dengan izin hanya satu bulan melakukan praktik “cob keliling” (memperpanjang izin secara ilegal) agar tidak perlu kembali ke Indonesia atau ke perbatasan. Hal ini, menurutnya, membuat Imigrasi Entikong patut dicurigai dan perlu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terkait lemahnya pengawasan konsulat dan desakan Penangkapan Agen Nakal
Selain itu, Darwis menyoroti lemahnya kinerja bidang perlindungan pekerja migran di konsulat, khususnya di Sarawak, dalam melakukan pengawasan terhadap ladang-ladang atau perusahaan yang mempekerjakan pekerja migran.

Oleh karena itu, Darwis berharap Polda Sulsel menunjukkan kinerja nyata dalam memberantas sindikat dan agen-agen nakal, serta melakukan koordinasi yang baik untuk menangkap agen-agen yang kini tinggal di ladang dan perbatasan.

Kasus Resa Tere: Bukti Praktik Perbudakan dan Pelanggaran Hukum
Sebagai salah satu bukti, Darwis menyebut agen nakal asal Bantaeng bernama Resa Tere. Ia menuding Resa Tere telah mempekerjakan ratusan PMI non-prosedural di ladang Kuraya, bahkan melakukan praktik perbudakan bersama manajer ladang dengan cara memotong gaji pekerja.

Darwis berharap oknum tersebut segera ditangkap dan di-blacklist masuk Malaysia, karena tindakannya sangat bertentangan dengan:

  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
  • Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
  • Undang-Undang Malaysia tentang Pemerdagangan Orang (UU APO) Akta 670, yang jelas menuntut pengurus dan ladang nakal dengan denda dan hukuman yang sangat keras, yaitu penjara 15 tahun dan denda RM 1 Juta.
    “Bukti-bukti pekerja di ladang sudah cukup untuk menindak pelaku para agen dan manajer ladang,” tutup Darwis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *